Pengangguran

→ Orang yang mampu bekerja tetapi karena sesuatu hal tidak mendapatkan pekerjaan.

Jenis-jenis pengangguran :
   - Pengangguran penuh
   - Setengah penganggur :  mereka yang walaupun melakukan pekerjaan,  baik secara bebas (swa-pekerja) maupun dalam  hubungan kerja (buruh), tetapi tidak sesuai  dengan kecakapannya. mereka yang tidak bekerja penuh atau terus-    menerus bekerja (pekerja harian lepas). mereka yang hanya pada waktu-waktu tertentu   saja tidak bekerja (buruh musiman).  mereka yang bekerja penuh tetapi   penghasilannya tidak cukup untuk membiayai   keperluan hidupnya.


Penyebab terjadinya pengangguran
    - kecakapan/keahlian yang rendah.
    - bertambahnya tenaga kerja tidak diimbangi dengan  bertambahnya kesempatan kerja.
    - krisis ekonomi.

Cara mengatasi pengangguran
    - penguasa/pemerintah wajib mengusahakan pekerjaan      penuh yang layak bagi kemanusiaan kepada setiap warga negara  sesuai dengan kecakapannya.
      Undang-undang Dasar 1945 pasal 27 ayat 2  menetapkan bahwa tiap warga negara berhak atas
      pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Pemberian bantuan modal oleh penguasa/pemerintah kepada para penganggur untuk mendorong mereka agar membuka perusahaan sendiri, baik yang bersifat perorangan maupun yang bersifat kooperatif, sehingga dengan demikian mereka mendapatkan lapangan pekerjaan.
Memperluas kesempatan bekerja dengan cara membatasi masuknya tenaga asing dan mengembalikan tenaga asing yang telah ada.
    Hal ini diatur dalam undang-undang perburuhan  NR 3 tahun 1958 tentang penempatan tenaga asing, seperti pasal 2.


Hubungan Kerja

Hubungan kerja adalah hubungan antara buruh dan majikan yang terjadi setelah diadakannya perjanjian oleh
buruh dan majikan, dimana buruh menyatakankesanggupannya untuk bekerja pada majikan dengan
menerima upah dan majikan menyatakan kesanggupannyauntuk mempekerjakan buruh dengan membayar upah.
Perjanjian tersebut dinamakan perjanjian kerjasebagaimana terdapat dalam kitab undang-undang hukum
perdata buku ketiga tentang perjanjian bab 7A tentangperjanjian untuk melakukan pekerjaan bagian pertama
pasal 1601a.


Perjanjian kerja pada dasarnya harus memuat ketentuan- ketentuan yang berkenaan dengan hubungan kerja
tersebut, yaitu hak dan kewajiban buruh serta hak dankewajiban majikan, seperti perjanjian kerja laut pasal 401dan 415 atau peraturan perburuhan di perusahaanperkebunan pasal 5.
Kewajiban majikan dapat dilihat pada kitab undang-undang
hukum perdata bagian ketiga.


Peraturan Majikan/Perusahaan
Peraturan majikan/peraturan perusahaan dibuat secara
sepihak oleh majikan atau perusahaan, sehingga majikan
atau perusahaan dapat memasukkan apa saja yang
diinginkannya, dengan mencantumkan kewajiban buruh
semaksimal-maksimalnya dan hak buruh seminimal-
minimalnya, serta kewajiban majikan/perusahaan
seminimal-minimalnya dan hak majikan/perusahaan yang
semaksimal-maksimalnya.
Peraturan ini harus memenuhi syarat :
1.Disetujui secara tertulis oleh buruh.
2.Selembar lengkap peraturan majikan/perusahaan itu dengan Cuma-Cuma oleh atau atas nama majikan telah diberikan kepada buruh.
3. Bahwa oleh atau atas nama majikan/perusahaan telah diserahkan kepada Departemen Perburuhan satu lembar lengkap peraturan majikan/perusahaan tersebut yang ditandatangani oleh majikan, tersedia untuk dibaca oleh umum.
4. Satu lembar lengkap peraturan majikan/perusahaan tersebut ditempelkan dan tetap berada di tempat yang mudah dapat didatangi buruh, sedapat-dapatnya dalam ruangan kerja, hingga dapat dibaca dengan tenang.

Perjanjian Perburuhan
Perjanjian perburuhan adalah perjanjian yang diadakan
oleh satu atau beberapa serikat buruh yang terdaftar pada
Departemen Perburuhan dengan seorang atau beberapa
majikan, satu atau beberapa perkumpulan majikan yang
berbadan hukum, yang pada umumnya atau semata-mata
memuat syarat-syarat perburuhan yang harus diperhatikan
dalam perjanjian kerja.
Karena perjanjian perburuhan tersebut merupakan hasil
rundingan antara pihak-pihak yang berkepentingan, maka
isinya pada umumnya telah mendekati keinginan buruh
dan majikan.
Untuk sahnya perjanjian perburuhan tersebut, dimintakan
syarat materil dan syarat formil.


Syarat materil misalnya :
1.Dilarang memuat aturan yang mewajibkan seorang majikan/perusahaan supaya hanya menerima atau menolak buruh dari suatu golongan, baik berkenaan dengan agama, golongan warga negara atau bangsa, maupun karena keyakinan politik atau anggota dari suatu perkumpulan.
2.Dilarang memuat aturan yang mewajibkan seorang buruh supaya hanya bekerja atau tidak boleh bekerja pada majikan golongan, baik berkenaan dengan agama, golongan warga negara atau bangsa, maupun karena keyakinan politik atau anggota dari suatu perkumpulan.
3.Dilarang memuat aturan yang bertentangan dengan undang-undang tentang ketertiban umum atau dengan tata susila.

Syarat-syarat formil antara lain :
1.Harus diadakan dengan tertulis dan ditandatangani oleh kedua belah pihak atau dengan surat resmi, yaitu dihadapan seorang notaris.
2.Surat perjanjian harus memuat nama, tempat kedudukan serta alamat serikat buruh dan pengusaha atau perkumpulan majikan yang berbadan hukum, nomor serta tanggal pendaftaran serikat buruh pada Departemen Perburuhan, tanggal penandatanganan.
3.Perjanjian perburuhan harus dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap tiga, selembar harus dikirimkan kepada Departemen Perburuhan.
4.Perjanjian perburuhan hanya dapat diadakan untuk paling lama dua tahun, dan kemudian dapat diperpanjang dengan paling lama satu tahun lagi.

Perjanjian perburuhan tidak dapat memuat semua hak dan
kewajiban buruh dan majikan, yang dipandang mutlak oleh
negara. Karena itu disamping perjanjian perburuhan,
perjanjian kerja dan peraturan majikan, negara
mengeluarkan berbagai peraturan dengan tujuan
menciptakan suatu kedudukan yang layak bagi
kemanusiaan, baik yuridis, ekonomis, sosiologis, dan
keamanan badaniah.


Peraturan Perundang-undangan
Peraturan perundang-undangan yang ada dimaksudkan
untuk melindungi buruh, dilaksanakan dengan 4 (empat)
jalan :
1.Diadakan ketentuan-ketentuan yang sifatnya mengatur, yaitu memberi aturan mengenai berbagai soal yang akan berlaku, bila kedua belah pihak buruh dan majikan, tidak mengadakan aturan sendiri.
2.Diadakan ketentuan-ketentuan yang sifatnya memaksa yang tidak boleh dikesampingkan dengan merugikan buruh.
3.Perlindungan yang sifatnya diantara mengatur dan memaksa, penyimpangan dari ketentuan tersebut hanya dibolehkan dengan perjanjian tertulis atau dalam peraturan majikan.
4.Akhirnya perlindungan bagi buruh yang lemah ekonominya terletak pada kekuasaan pengadilan.

  
Next Post Previous Post