Pemutusan hubungan kerja (PHK)

PHK adalah pengakhiran hubungan kerja
karena suatu hal tertentu yang
mengakibatkan berakhirnya hak dan
kewajiban antara pekerja dan pengusaha.

Pekerja kontrak dan tetap

Pengaturan kompensasi PHK berbeda untuk pekerja
kontrak (terikat Perjanjian Kerja Waktu Tertentu-PKWT)
dan pekerja tetap (terikat Perjanjian Kerja Waktu Tidak
Tertentu-PKWTT). Dalam hal kontrak, pihak yang
memutuskan kontrak diperintahkan membayar sisa nilai
kontrak tersebut. Sedangkan bagi pekerja tetap, diatur soal wajib
tidaknya pengusaha memberi kompensasi atas PHK tersebut.

Dalam PHK terhadap pekerja tetap, pengusaha diwajibkan membayar
uang pesangon, dan atau uang penghargaan masa kerja, dan uang
penggantian hak yang seharusnya diterima pekerja. Perlu dicatat,
kewajiban ini hanya berlaku bagi pengusaha yang melakukan PHK
terhadap pekerja untuk waktu tidak tertentu. Pekerja dengan kontrak
mungkin menerima pesangon bila diatur dalam perjanjiannya.

Alasan/sebab PHK

Terdapat bermacam-masam alasan PHK, dari mulai pekerja mengundurkan
diri, tidak lulus masa percobaan selain itu :

Selesainya PKWT
Pekerja melakukan kesalahan berat
Pekerja melanggar perjanjian kerja, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perusahaan
Pekerja mengajukan PHK karena pelanggaran pengusaha
Pekerja menerima PHK meski bukan karena kesalahannya
Pernikahan antar pekerja (jika diatur oleh perusahaan)
PHK Massal - karena perusahaan rugi, force majeure, atau melakukan efisiensi.
Peleburan, penggabungan, perubahan status
Perusahaan pailit
Pekerja meninggal dunia
Pekerja mangkir 5 hari atau lebih dan telah dipanggil 2 kali secara patut
Pekerja sakit berkepanjangan
Pekerja memasuki usia pensiun


PHK Sukarela

Pekerja dapat mengajukan pengunduran diri kepada pengusaha secara tertulis tanpa paksaan/intimidasi. Terdapat berbagai macam alasan pengunduran diri, seperti pindah ke tempat lain, berhenti dengan alasan pribadi, dan lain-lain. Untuk mengundurkan diri, pekerja harus memenuhi syarat: (i) mengajukan permohonan selambatnya 30 hari sebelumnya, (ii) tidak ada ikatan dinas, (iii) tetap melaksanakan kewajiban sampai mengundurkan diri.

Undang-undang melarang pengusaha memaksa pekerjanya untuk mengundurkan diri. Namun dalam praktik, pengunduran diri kadang diminta oleh pihak pengusaha. Kadang kala, pengunduran diri yang tidak sepenuhnya sukarela ini merupakan solusi terbaik bagi pekerja maupun pengusaha. Disatu sisi, reputasi pekerja tetap terjaga. Disisi lain pengusaha tidak perlu mengeluarkan pesangon lebih besar apabila pengusaha harus melakukan PHK tanpa ada persetujuan pekerja. Pengusaha dan pekerja juga dapat membahas besaran pesangon yang disepakati.

Pekerja yang mengajukan pengunduran diri
hanya berhak atas kompensasi seperti sisa
cuti yang masih ada, biaya perumahan serta
pengobatan dan perawatan, dll sesuai Pasal
156 (4). Pekerja mungkin mendapatakan
lebih bila diatur lain lewat perjanjian. Untuk biaya
perumahan terdapat silang pendapat antara
pekerja dan pengusaha, terkait apakah pekerja
yang mengundurkan diri berhak atas 15% dari
uang pesangon dan penghargaan masa kerja.

PHK Tidak Sukarela
PHK oleh Pengusaha

Seseorang dapat dipecat (PHK tidak sukarela) karena bermacam hal, antara lain rendahnya performa kerja, melakukan pelanggaran perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau kebijakan-kebijakan lain yang dikeluarkan pengusaha. Tidak semua kesalahan dapat berakibat pemecatan. Hal ini tergantung besarnya tingkat kesalahan.

Pengusaha dimungkinkan memPHK pekerjanya dalam hal pekerja melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Ini, setelah sebelumnya kepada pekerja diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut. Surat peringatan masing-masing berlaku untuk paling lama 6 (enam) bulan, kecuali ditetapkan lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

Pengusaha dapat memberikan surat peringatan kepada pekerja untuk berbagai pelanggaran dan menentukan sanksi yang layak tergantung jenis pelanggaran. Pengusaha dimungkinkan juga mengeluarkan misalnya SP 3 secara langsung, atau terhadap perbuatan tertentu langsung memPHK. Hal ini dengan catatan hal tersebut diatur dalam perjanjian kerja (PK), peraturan perusahaan (PP), atau perjanjian kerja bersama (PKB), dan dalam ketiga aturan tersebut, disebutkan secara jelas jenis pelanggaran yang dapat mengakibatkan PHK. Tak lupa penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
Selain karena kesalahan pekerja, pemecatan mungkin dilakukan karena alasan lain. Misalnya bila perusahaan memutuskan melakukan efisiensi, penggabungan atau peleburan, dalam keadaan merugi, pailit, maupun PHK terjadi karena keadaan diluar kuasa pengusaha (force majeure).

Undang-Undang tegas melarang pengusaha melakukan PHK dengan
alasan :

pekerja berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus;
b.     pekerja berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi
    kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
c.     pekerja menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;
d.     pekerja menikah;
e.     pekerja perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya;
f.     pekerja mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam PK, PP, atau PKB;



g.     pekerja mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja,
    pekerja melakukan kegiatan serikat pekerja di luar jam kerja, atau di dalam jam
    kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam PK, PP, atau PKB;
h.     pekerja yang mengadukan pengusaha kepada
    yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan;
karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan;
j.     pekerja dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.


Kesalahan Berat (eks Pasal 158)

Semenjak Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan Pasal 158 UU Ketenagakerjaan inkonstitusional, maka pengusaha tidak lagi dapat langsung melakukan PHK apabila ada dugaan pekerja melakukan kesalahan berat. Berdasarkan asas praduga tak bersalah, pengusaha baru dapat melakukan PHK apabila pekerja terbukti melakukan kesalahan berat yang termasuk tindak pidana. Atas putusan MK ini, Depnaker mengeluarkan surat edaran yang berusaha memberikan penjelasan tentang akibat putusan tersebut.

Yang termasuk kesalahan berat ialah:
a.     melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang dan/atau
    uang milik perusahaan;
b.     memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan
    perusahaan;
c.     mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memakai dan/atau
    mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya di lingkungan
    kerja;

d.     melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja;
e.     menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi teman
    sekerja atau pengusaha di lingkungan kerja;
f.     membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan
    perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-
    undangan;dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan
    dalam keadaan bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan
    kerugian bagi perusahaan;
g.     dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau
    pengusaha dalam keadaan bahaya di tempat kerja;
h.     membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang
    seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara; atau
i.     melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang
    diancam pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

b. Permohonan PHK oleh Pekerja

Pekerja juga berhak untuk mengajukan permohonan PHK ke LPPHI bila
pengusaha melakukan perbuatan seperti (i) menganiaya, menghina secara
kasar atau mengancam pekerja; (ii) membujuk dan/atau menyuruh pekerja
untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan; (iii) tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan
selama 3 bulan berturut-turut atau lebih; (iv) tidak melakukan kewajiban yang
telah dijanjikan kepada pekerja; (v) memerintahkan pekerja untuk
melaksanakan pekerjaan di luar yang diperjanjikan; (vi) memberikan pekerjaan
yang membahayakan jiwa, keselamatan, kesehatan, dan kesusilaan
pekerja/buruh sedangkan pekerjaan tersebut tidak dicantumkan pada
perjanjian kerja.

b. Permohonan PHK oleh Pekerja

Pekerja juga berhak untuk mengajukan permohonan PHK ke LPPHI bila
pengusaha melakukan perbuatan seperti (i) menganiaya, menghina secara
kasar atau mengancam pekerja; (ii) membujuk dan/atau menyuruh pekerja
untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan; (iii) tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan
selama 3 bulan berturut-turut atau lebih; (iv) tidak melakukan kewajiban yang
telah dijanjikan kepada pekerja; (v) memerintahkan pekerja untuk
melaksanakan pekerjaan di luar yang diperjanjikan; (vi) memberikan pekerjaan
yang membahayakan jiwa, keselamatan, kesehatan, dan kesusilaan
pekerja/buruh sedangkan pekerjaan tersebut tidak dicantumkan pada
perjanjian kerja.

Mekanisme PHK

Pekerja, pengusaha dan pemerintah wajib untuk
melakukan segala upaya untuk menghindari PHK. Apabila
tidak ada kesepakatan antara pengusaha
pekerja/serikatnya, PHK hanya dapat dilakukan oleh
pengusaha setelah memperoleh penetapan Lembaga
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (LPPHI).

Selain karena pengunduran diri dan hal-hal tertentu dibawah ini, PHK
harus dilakukan melalui penetapan Lembaga Penyelesaian Hubungan
Industrial (LPPHI). Hal-hal tersebut adalah :

a.     pekerja masih dalam masa percobaan kerja, bilamana telah
    dipersyaratkan secara tertulis sebelumnya;

b.     pekerja mengajukan permintaan pengunduran diri, secara tertulis atas kemauan sendiri tanpa ada indikasi adanya tekanan/intimidasi dari pengusaha, berakhirnya hubungan kerja sesuai dengan perjanjian kerja waktu tertentu untuk pertama kali;
c.     pekerja mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perundang-undangan; atau
d.     pekerja meninggal dunia.
e.     pekerja ditahan
f.     Pengusaha tidak terbukti melakukan pelanggaran yang dituduhkan
    pekerja melakukan permohonan PHK

Selama belum ada penetapan dari LPPHI, pekerja dan pengusaha
harus tetap melaksanakan segala kewajibannya. Sambil menunggu
penetapan, pengusaha dapat melakukan skorsing, dengan tetap
membayar hak-hak pekerja.

Perselisihan PHK
Perselisihan PHK termasuk kategori perselisihan hubungan industrial bersama perselisihan hak, perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja. Perselisihan PHK timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat antara pekerja dan pengusaha mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan salah satu pihak.
Perselisihan PHK antara lain mengenai sah atau tidaknya alasan PHK, dan besaran kompensasi atas PHK.

Penyelesaian Perselisihan PHK
Mekanisme perselisihan PHK beragam dan berjenjang.
1.     Perundingan Bipartit
    Perundingan Bipartit adalah forum perundingan dua kaki antar pengusaha dan pekerja atau serikatpe kerja. Kedua belah pihak diharapkan dapat mencapai kesepakatan dalam penyelesaian masalah mereka, sebagai langkah awal dalam penyelesaian perselisihan.
    Dalam perundingan ini, harus dibuat risalah yang ditandatangai para Pihak. isi risalah diatur dalam Pasal 6 Ayat 2 UU PPHI. Apabila tercapai kesepakatan maka Para pihak membuat Perjanjian Bersama yang mereka tandatangani. Kemudian Perjanjian Bersama ini didaftarkan pada PHI wilayah oleh para pihak ditempat Perjanjian Bersama dilakukan. Perlkunya menddaftarkan perjanjian bersama, ialah untuk menghindari kemungkinan slah satu pihak ingkar. Bila hal ini terjadi, pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi.
    Apabila gagal dicapai kesepakatan, maka pekerja dan pengusaha mungkin harus menghadapi prosedur penyelesaian yang panjang melalui Perundingan Tripartit.

2. Perundingan Tripartit
Dalam pengaturan UUK, terdapat tiga forum penyelesaian yang dapat dipilih oleh para pihak:
a. Mediasi
Forum Mediasi difasilitasi oleh institusi ketenagakerjaan. Dinas tenagakerja kemudian menunjuk mediator. Mediator berusaha mendamaikan para pihak, agar tercipta kesepakatan antar keduanya. Dalam hal tercipta kesepakatan para pihak membuta perjanjian bersama dengan disaksikan oleh mediator. Bila tidak dicapai kesepakatan, mediator akan mengeluarkan anjuran.
b. Konsiliasi
Forum Konsiliasi dipimpin oleh konsiliator yang ditunjuk oleh para pihak. Seperti mediator, Konsiliator berusaha mendamaikan para pihak, agar tercipta kesepakatan antar keduanya. Bila tidak dicapai kesepakatan, Konsiliator juga mengeluarkan produk berupa anjuran.
c. Arbitrase
Lain dengan produk Mediasi dan Konsiliasi yang berupa anjuran dan tidak mengikat, putusan arbitrase mengikat para pihak. Satu-satunya langkah bagi pihak yang menolak putusan tersebut ialah permohonan Pembatalan ke Mahkamah Agung. Karena adanya kewajiban membayar arbiter, mekanisme arbitrase kurang populer.
Next Post Previous Post